Akademisi Usulkan Klinik Sekolah Tingkatkan Kualitas Pendidikan

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Akademisi Usulkan Klinik Sekolah Tingkatkan Kualitas Pendidikan

Solusi untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan di NTT

Seorang akademisi dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Nusa Cendana (Undana), Dr. Marsel Robot, menyarankan pemerintah untuk membentuk klinik sekolah sebagai upaya mengatasi rendahnya kualitas pendidikan di Nusa Tenggara Timur (NTT). Menurutnya, masalah utama yang muncul adalah rendahnya literasi siswa, yang menjadi dasar pembelajaran di berbagai bidang ilmu.

Kondisi ini menunjukkan bahwa kualitas pendidikan yang lemah harus segera ditangani dengan sistem yang lebih terstruktur. Marsel menyebut bahwa kebiasaan membaca yang kurang baik sudah terlihat sejak jenjang pendidikan dasar. Banyak siswa naik kelas meskipun belum mampu membaca, sehingga masalah ini terus berlanjut hingga tingkat SMA dan bahkan perguruan tinggi.

“Membaca adalah pintu semua ilmu. Jika siswa tidak bisa membaca, bagaimana mereka bisa memahami matematika, biologi, sejarah, atau pelajaran lainnya?” ujarnya. Ia menekankan pentingnya kemampuan membaca sebagai fondasi awal dalam proses belajar.

Untuk menjawab tantangan ini, Marsel mengusulkan adanya program khusus yang disebut “klinik sekolah”. Program ini bertujuan sebagai ruang tambahan untuk membantu siswa yang belum menguasai literasi dasar seperti membaca dan berhitung. Ia menyarankan agar klinik sekolah dapat dijalankan dengan memanfaatkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), sehingga guru yang terlibat mendapat insentif tambahan.

Selain itu, ia menekankan pentingnya membangun ekosistem literatif di lingkungan sekolah. Salah satu cara adalah dengan mengganti hukuman disiplin tradisional menjadi tindakan literatif. Misalnya, siswa yang terlambat bisa diminta menuliskan alasan keterlambatannya lalu membacakannya di depan kelas.

“Tindakan literatif bisa melatih kemampuan menulis, berpikir, dan berbicara. Dengan demikian, hukuman berubah menjadi sarana belajar,” katanya. Ia juga menilai bahwa klinik sekolah merupakan salah satu solusi yang bisa dilakukan.

Marsel juga mengkritisi pandangan yang menyebut bahwa lemahnya literasi di NTT dipengaruhi oleh rendahnya kesejahteraan guru. Menurutnya, masalah utama justru terletak pada metode pembelajaran dan komitmen guru. Ia menegaskan bahwa mengajarkan membaca bukan hanya soal gaji, tetapi juga tanggung jawab guru dalam mendidik siswa.

“Guru tetap punya kewajiban mendidik siswa agar bisa membaca, meskipun anggaran pendidikan di NTT masih rendah,” tegasnya. Ia menilai bahwa peningkatan kapasitas guru sangat penting untuk meningkatkan mutu pendidikan. Guru seharusnya rutin mendapatkan pelatihan setiap enam bulan atau satu tahun agar pengetahuannya selalu diperbarui.

“Masa baterai handphone saja bisa diisi ulang, sementara guru tidak pernah ‘di-charge’ ilmunya? Ini yang membuat metode mengajar stagnan,” katanya. Ia mencontohkan sekolah-sekolah berasrama seperti seminari yang berhasil membudayakan membaca melalui iklim belajar yang ketat.

“Yang mencerdaskan bukan semata-mata individunya, tetapi iklim pendidikan yang membiasakan membaca,” tambahnya. Marsel juga menyebut bahwa sudah ada upaya melatih guru di beberapa sekolah swasta di Kota Kupang bekerja sama dengan lembaga literasi. Namun, program tersebut tidak berlanjut karena tidak ada regulasi yang mendukung.

Karena itu, ia mendorong pemerintah daerah untuk menetapkan aturan yang jelas agar budaya literasi benar-benar hidup di sekolah. “Literasi dasar harus ditangani secara serius. Jika tidak, siswa yang gagal membaca di SD akan terus tertinggal hingga SMA bahkan perguruan tinggi. Itu memalukan bagi dunia pendidikan kita,” katanya.