
Audiensi Komisi III DPR RI dengan Lokataru Foundation
Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia menggelar audiensi bersama Lokataru Foundation di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, pada Senin (19/9). Pertemuan ini bertujuan untuk membahas Revisi Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dalam pertemuan tersebut, Lokataru Foundation menyampaikan tiga poin masukan yang menurut mereka sangat penting untuk diperhatikan dalam penyusunan revisi KUHAP.
Penguatan Hakim Komisaris
Salah satu poin utama yang disampaikan oleh Fauzan Alaydrus, staf Lokataru Foundation, adalah penguatan peran hakim komisaris. Menurutnya, Indonesia seharusnya memiliki sistem hakim komisaris yang bertugas mengawasi tindakan aparat penegak hukum (APH) dalam melakukan upaya paksa seperti penahanan.
“Jika kita tidak memiliki hakim komisaris, maka banyak korban salah tangkap akan terjadi. KontraS mencatat bahwa setiap tahunnya ada puluhan orang menjadi korban salah tangkap oleh APH,” ujar Fauzan.
Ia menjelaskan bahwa adanya hakim komisaris dapat mencegah kasus-kasus salah tangkap dan kriminalisasi aktivis. “Hakim komisaris akan mengurangi jumlah korban salah tangkap dan kriminalisasi aktivis, karena APH harus memperoleh izin terlebih dahulu dari hakim komisaris sebelum melakukan upaya paksa,” tambahnya.
Fauzan juga mengacu pada pengalaman Delpedro Marhaen, Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, yang ditangkap tanpa bukti yang cukup dan tanpa prosedur yang jelas. Ia menilai bahwa penangkapan tersebut cacat dan bisa dicegah jika sistem hakim komisaris berlaku.
Standar Penahanan yang Jelas
Lokataru Foundation juga mengusulkan agar RKUHAP membenahi standar penahanan. Mereka menyoroti bahwa akibat ketidakjelasan standar penahanan, Delpedro kesulitan mendapatkan akses ke keluarga dan bantuan hukum.
“Keluarga Delpedro dan Muzafar Salim tidak bisa menjenguk anak mereka, bahkan dibatasi. Ini bukti faktual yang kami alami,” ujar Fauzan.
Ia juga menyebut bahwa Delpedro sulit mengirim surat dari dalam penjara dan ditempatkan di sel khusus. Fauzan menegaskan bahwa RKUHAP seharusnya mengatur hak-hak tersangka atau terdakwa di dalam sel, bukan hanya aspek teknis yang diatur oleh peraturan menteri atau imipas.
Polisi sebagai Penyidik Utama
Poin terakhir yang disampaikan Lokataru Foundation adalah tentang wewenang polisi sebagai penyidik utama dalam perkara pidana umum. Fauzan menilai bahwa institusi penegak hukum seharusnya tidak diberikan wewenang lebih besar dalam penyidikan suatu perkara.
“Ketiga, soal super power kepolisian. Semua tindak pidana umum yang menjadi penyidik utamanya adalah kepolisian,” ujar Fauzan.
Menurutnya, kepolisian sering menjadi instrumen kekerasan dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Ia meminta Komisi III DPR untuk lebih serius mengkaji rencana tersebut secara akademis dan empirik.
Kesimpulan
Melalui audiensi ini, Lokataru Foundation berharap Komisi III DPR RI dapat mempertimbangkan masukan-masukan mereka dalam penyusunan RKUHAP. Mereka menilai bahwa penguatan hakim komisaris, standar penahanan yang jelas, dan pembatasan wewenang polisi sebagai penyidik utama adalah langkah-langkah penting untuk memastikan keadilan dalam sistem peradilan pidana.


Komentar
Tuliskan Komentar Anda!