
Rekonsiliasi di Tallo dan Bontoala: Langkah Penting untuk Mengakhiri Konflik
Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, bersama tokoh pemuda Kecamatan Tallo dan Bontoala berhasil mencapai kesepakatan untuk mengakhiri konflik antarkelompok yang berlangsung cukup lama. Pertemuan rekonsiliasi ini menjadi momen penting dalam upaya menata kembali hubungan antara dua wilayah tersebut.
Dalam pertemuan tersebut, seorang tokoh pemuda menyampaikan perasaannya dengan tegas. Ia mengatakan, “Capek berkelahi. Tidak ada yang menang, yang ada hanya luka dan penjara. Sekarang saatnya cari kerja, cari masa depan.” Pernyataan ini menjadi simbol bahwa masyarakat mulai merasa lelah dengan konflik yang terus-menerus terjadi.
Munafri Arifuddin menawarkan beberapa program konkret sebagai solusi jangka panjang. Di antaranya adalah pelatihan keterampilan barista, mekanik, dan menjahit. Selain itu, pemerintah juga akan mengadakan kegiatan olahraga, pemberdayaan ibu rumah tangga, serta pembentukan Creative Hub yang bertujuan untuk menyalurkan kreativitas anak muda dari kedua wilayah tersebut.
Tokoh pemuda dari kedua belah pihak hadir dalam pertemuan ini. Mereka menjadi aktor utama di lapangan yang bisa mengajak teman-temannya keluar dari lingkaran konflik. Dengan adanya partisipasi langsung dari mereka, diharapkan konflik tidak lagi terulang.
Peran Tokoh Masyarakat dalam Proses Rekonsiliasi
Tokoh masyarakat Makassar yang juga mantan Ketua GP Ansor Kota Makassar, Makmur Idrus, menilai rekonsiliasi ini sebagai langkah penting untuk mengubah stigma bahwa Makassar sering menjadi kota tawuran. Ia menekankan pentingnya menjaga keberlanjutan program agar benar-benar menyentuh kehidupan pemuda di lorong-lorong.
“Rekonsiliasi yang melibatkan tokoh pemuda dari kedua belah pihak adalah terobosan penting. Mereka inilah aktor utama di lapangan, mereka yang bisa menggerakkan teman-temannya. Ketika pemuda bersedia duduk bersama, berbicara dari hati ke hati, dan mulai merancang masa depan bersama, maka api permusuhan bisa dipadamkan dari dalam,” katanya.
Selain itu, mantan Kepala Bagian Kepemudaan, Keolahragaan, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Keluarga Berencana, Pendidikan dan Seni Budaya Biro Kesra Pemprov Sulsel ini menyatakan bahwa suara “capek berkelahi” adalah tanda bahwa generasi muda sebenarnya sudah ingin keluar dari lingkaran dendam, asalkan diberi ruang baru.
Teori Konflik dan Harapan untuk Damai Sejati
Menurut teori konflik, ada dua jenis damai: negative peace dan positive peace. Negative peace hanya berupa diam sementara, sedangkan positive peace melibatkan keadilan sosial. Selama ini, damai di Makassar cenderung berhenti pada negative peace: jabat tangan, foto bersama, lalu seminggu kemudian bentrokan meledak lagi.
Konflik Tallo dan Bontoala disebut sebagai positive peace melalui transformasi sosial yakni membuka lapangan kerja, memperkuat pendidikan, membangun jembatan sosial, dan memberi masa depan bagi pemuda. Wali Kota telah menyalakan api awal transformasi ini, tetapi api itu hanya akan bertahan jika dijaga bersama oleh pemerintah, aparat, tokoh agama, keluarga, hingga masyarakat.
Jejak Konflik 36 Tahun di Tallo Makassar
Tawuran antar kelompok warga kembali pecah di Kecamatan Tallo, Kota Makassar, dalam empat hari terakhir. Bentrok melibatkan kelompok dari Layang, Jl Tinumbu Lorong 148, Lembo, dan Kandea Bunga Ejayya. Akibatnya, sejumlah warga terluka. Seorang perempuan muda terkena busur di leher, sementara seorang penjual ikan mengalami luka pada mata.
Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Arya Perdana, menyebut konflik ini berakar panjang. “Permasalahan antarwarga sudah sejak 1989. Api dalam sekam yang sewaktu-waktu membara,” ujarnya. Menurut Arya, bentrokan terjadi acak, mulai pagi hingga malam. Pelaku memanfaatkan momen tanpa penjagaan polisi.
Untuk meredam konflik, Polrestabes Makassar menurunkan 60 personel dalam dua shift. Selain penjagaan, Arya juga menggelar safari subuh dan Ngopi Kamtibmas bersama warga. Namun pendekatan persuasif belum efektif. Tawuran tetap berulang, bahkan melibatkan anak-anak usia 12–14 tahun.
“Yang main ini anak-anak di bawah umur. Mereka gunakan anak panah, petasan, molotov, bahkan senapan angin,” kata Arya. Ia menduga ada aktor intelektual di balik aksi tersebut. “Petasan yang digunakan bernilai jutaan rupiah. Artinya ada yang membiayai,” tegasnya.
Polisi kini memetakan lokasi rawan dan mengidentifikasi pelaku. Arya menegaskan pihaknya tidak akan mundur. “Kami galang tokoh masyarakat, agama, dan adat untuk diskusi bersama. Kami tidak ingin ada korban berikutnya,” ucapnya.
Camat Tallo, Ramli Lallo, menambahkan konflik kembali mencuat sejak awal 2025 setelah sempat mereda pada 2024. “Saya sudah beberapa kali fasilitasi mediasi. Tapi tawuran muncul lagi saat lokasi tidak dijaga,” jelasnya. Ramli menyebut, dua motor warga ikut terbakar saat bentrokan subuh, Selasa pagi.


Komentar
Tuliskan Komentar Anda!