
Kehidupan di Pesisir dan Jalan yang Dipilih oleh Dr Muhammad Yusran
Di tengah suasana siang Bulukumba yang masih menyisakan aroma garam laut, Dr Muhammad Yusran berbicara tentang teknologi. Dari tatapan yang tenang dan penuh keyakinan, ia menegaskan bahwa masa depan berada di ujung jari, dan generasi muda tidak boleh menutup diri dari perubahan.
Yusran tumbuh di keluarga pesisir Bulukumba, khususnya di Tanah Beru, tempat masyarakat sekitar akrab dengan hasil laut dan tradisi pinisi. Sejak kecil, ia sering melihat banyak anak seusianya memilih meninggalkan sekolah untuk turun ke laut. Bagi mereka, laut adalah sumber kehidupan yang mudah memberikan penghasilan. Banyak temannya memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan karena merasa lebih baik langsung bekerja daripada menghabiskan waktu belajar.
“Banyak orang berpikir, mengapa harus repot belajar kalau bisa langsung menghasilkan uang?” ujar Yusran dalam wawancara daring setelah memberikan materi pelatihan teknologi pada Kamis, 21 Agustus 2025.
Namun, ia memilih jalan yang berbeda. “Saya sadar, ada hal yang lebih besar di luar sana. Tekad saya hanya satu: terus belajar,” tambahnya.
Ketertarikan Yusran pada komputer membawanya untuk mendalami bahasa mesin. Dari situ, ia menemukan jalan untuk menjadi fasilitator sekaligus pemateri di berbagai forum teknologi.
Pengalaman Pertama dengan Teknologi
Yusran masih mengingat jelas pengalaman pertamanya menggunakan ponsel pintar. “Rasanya seperti mendapatkan kekuatan super. Saya bisa pesan makanan, bayar listrik, bahkan menghemat waktu untuk bersama keluarga. Itu bukan hanya soal praktis, tapi juga soal kebebasan,” katanya.
Teknologi, menurutnya, telah mengubah cara manusia bekerja dan belajar. “Sekarang, pelajar bisa bertemu tutor dari belahan dunia hanya lewat layar laptop. Pertemuan kerja yang dulu memakan waktu berjam-jam, kini cukup dengan panggilan video.”
Ada satu pengalaman yang tak pernah ia lupakan. Saat hujan deras, aplikasi cuaca memberi peringatan banjir. Ia segera bagikan ke grup WhatsApp warga. Beberapa jam kemudian, ada keluarga yang mengirim foto sambil tersenyum, semua barang berharga sudah diamankan. Mereka bilang: “Berkat Anda, kami bisa bersiap.” Saat itu, mata Yusran berkaca-kaca. Ia sadar, teknologi bukan hanya alat canggih; ia adalah perpanjangan tangan kita untuk berbuat baik.
Menatap Masa Depan Kecerdasan Buatan (AI)
Yusran baru saja kembali dari pelatihan kecerdasan buatan (AI) di Jakarta, program khusus Kementerian Pendidikan. Ia adalah salah satu dari 300 peserta yang lolos seleksi nasional, dan hanya tiga orang yang mewakili Sulawesi Selatan.
“AI akan semakin cerdas. Ia bisa membantu pekerjaan kreatif, bahkan menjadi teman bagi mereka yang kesepian. Robotika akan mempermudah kerja berat, kota-kota akan lebih pintar, lebih efisien,” jelasnya.
Namun, ia tidak menutup mata pada ketakutan publik. “Benar, ada kekhawatiran AI menggantikan pekerjaan manusia. Tapi saya percaya, di setiap tantangan ada peluang. AI adalah alat. Kita manusialah yang menentukan bagaimana menggunakannya.”
Pesan untuk Generasi Muda
Kepada anak-anak Bulukumba dan generasi muda Indonesia, Yusran menitipkan pesan. “Teknologi adalah masa depan kita. Jangan takut belajar, jangan takut gagal. Kita adalah nahkoda di lautan digital, dan kita yang menentukan arahnya.”
Ia menambahkan, teknologi tidak hanya milik kalangan terdidik. “Teknologi milik semua orang. Mari gunakan kekuatan di ujung jari kita untuk melukis masa depan yang kita impikan.”


Komentar
Tuliskan Komentar Anda!