
Ruang Diskusi yang Hangat dan Inklusif di Desa Salassae
Balai Pendidikan Komunitas Salassae berdiri dengan sederhana di tepi jalan desa. Dindingnya dicat putih, menciptakan kesan hangat dan ramah. Saat pintu dibuka, cahaya lampu neon menyebar, membuat bayangan kursi melintang di lantai yang dingin. Di pojok ruangan, aroma kopi hitam yang baru diseduh menyambut siapa saja yang datang. Meja kayu dengan tumpukan kertas, kabel yang menjuntai, dan gelas kopi menjadi penanda bahwa forum ini bukan ajang seremonial, melainkan tempat kerja nyata bagi gagasan-gagasan.
Sekelompok anak muda duduk menyimak. Ada yang bersandar santai, ada pula yang menopang dagu dengan telapak tangan. Wajah mereka serius, kadang terselip senyum tipis ketika salah satu peserta melempar candaan ringan. Di pojok ruangan, seorang pria duduk di belakang meja besar, menjaga alur percakapan tetap terkendali. Forum ini tidak hanya sekadar diskusi, tapi juga ruang untuk saling berbagi pengalaman dan membangun kesadaran bersama.
Forum ini rutin digelar setiap Sabtu malam. Materi yang dibahas bervariasi, mulai dari Natural Farming hingga manajemen organisasi, perubahan iklim, profil organisasi Dana Mitra Tani, dan Koperasi Dana Mitra Tani. Tujuannya adalah memberikan wadah bagi masyarakat untuk saling belajar dan memperkuat solidaritas.
Di luar, suara kendaraan berhenti satu per satu. Warga menanggalkan sandal, melangkah masuk, dan langsung larut dalam forum. Tidak ada kursi khusus di depan. Semua duduk membentuk ruang yang terasa intim. Atmosfernya bukan formalitas. Balai itu lebih mirip ruang tamu bersama, tempat siapa saja bisa menyuarakan kegelisahan: tentang cuaca yang kian tak menentu, atau tentang harapan pada koperasi komunitas yang tengah dirintis.
Semua duduk sejajar, tanpa batas antara pembicara dan pendengar. Beginilah wajah nyata diskusi di Desa Salassae, Bulukumba. Bukan ruang dengan fasilitas megah, melainkan ruang sederhana yang melahirkan ide besar. Dari sini, natural farming dibicarakan bukan sebagai teori akademik, melainkan sebagai pengalaman yang hidup di ladang. Dari sini pula, organisasi komunitas dirajut, iklim diperbincangkan, dan solidaritas dipupuk.
Suasananya hangat, terbuka, dan inklusif. Siapa saja boleh datang, entah petani, pelajar, aktivis, atau warga biasa yang haus akan pengetahuan. Forum ini bukan seminar formal. Ia lebih menyerupai obrolan hangat yang lahir dari kebutuhan. Bersama-sama, mereka menyelami praktik natural farming, membicarakan bagaimana organisasi desa dikelola, menimbang dampak perubahan iklim yang kian terasa di ladang, hingga merajut harapan lewat koperasi komunitas.
Di Balai Pendidikan Komunitas Salassae, belajar berarti tumbuh bersama—antara pengetahuan, pengalaman, dan jiwa yang saling menguatkan. Belajar dari alam, menata organisasi, dan membangun harapan bersama.
Topik Diskusi yang Berubah Setiap Minggu
Topik diskusi akan berganti setiap pekan. Kadang soal natural farming—praktik bertani alami yang makin relevan di tengah ancaman perubahan iklim. Di lain waktu, peserta akan diajak mengulik manajemen organisasi, agar komunitas tetap berjalan solid dan terarah. Seri Diskusi juga akan menyentuh isu besar seperti krisis iklim, yang dampaknya nyata dirasakan oleh petani di Bulukumba.
Semua berlangsung tanpa jarak. Tak ada guru yang lebih tinggi, tak ada murid yang lebih rendah. Prinsipnya sederhana: berbagi pengalaman. Seorang petani bisa mengisahkan hasil panen setelah mencoba metode alami. Anak muda bisa menganalisis tren ekonomi desa. Lalu koperasi komunitas hadir sebagai jembatan harapan—mewujudkan solidaritas ekonomi yang berpihak pada warga.
Ruang Aman untuk Harapan Kolektif
Balai Pendidikan Komunitas Salassae telah menjelma menjadi ruang aman di mana ide-ide tumbuh, kesadaran sosial dipupuk, dan solidaritas diperkuat. Dukungan dari Dana Mitra Tani, Koperasi Mitra Tani, dan media partner aiotrade.app menambah kredibilitas ruang belajar ini.
Bagi masyarakat, kehadiran seri diskusi ini menjawab kebutuhan akan wadah refleksi kolektif. Di tengah derasnya arus informasi digital, bertemu langsung dalam forum kecil seperti ini justru menghadirkan kedalaman. Ada kejujuran dalam tatap muka, ada ketulusan dalam berbagi pengalaman.
“Belajar tidak hanya dari buku, tapi dari kehidupan sehari-hari. Dari cerita yang lahir di ladang, dari keresahan menghadapi cuaca, dari upaya menjaga organisasi tetap hidup,” tutur seorang petani muda.
Maka, jangan heran bila setiap Sabtu malam, Balai Pendidikan Komunitas Salassae di Kecamatan Bulukumba akan selalu ramai oleh tawa, ide, dan diskusi yang hangat. Bagi yang ingin merasakan langsung suasana tersebut, bisa datang ke Desa Salassae atau menghubungi koordinator kelas, Rahmat Febrianto, melalui nomor 085215311643.
Karena di sini, belajar berarti merajut harapan—bersama-sama.


Komentar
Tuliskan Komentar Anda!