
Keheningan Komisi 5 DPRD Provinsi Lampung dalam Polemik Pendidikan
Komisi 5 DPRD Provinsi Lampung tampaknya tidak memberikan respons yang jelas terhadap berbagai polemik pendidikan yang sedang marak terjadi. Salah satu isu yang menarik perhatian adalah kebijakan "The Killer Policy" yang diterapkan oleh Wali Kota Bandar Lampung, Eva Dwiana. Selain itu, munculnya rencana pembukaan jurusan baru di SMK Negeri 5 Kota Bandar Lampung serta rencana pembukaan SMK khusus seni di Taman Budaya juga menjadi topik hangat.
Rencana tersebut berasal dari dialog antara Dewan Kesenian Lampung dengan Dirjen Kebudayaan Republik Indonesia. Namun, ada indikasi bahwa Deni Ribowo, anggota Komisi 5 DPRD Provinsi Lampung dari fraksi Demokrat, membawa isu ini kepada Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal. Akibatnya, kepala SMA/SMK swasta merasa semakin khawatir tentang eksistensi lembaga pendidikan mereka.
Pada tahun 2025, tidak ada bantuan bosda dari pemerintah daerah, dan pada tahun berikutnya, belum ada kabar apakah mereka akan menerima BOP seperti sekolah negeri. Hal ini memperparah kekhawatiran para kepala sekolah. Mereka mengatakan bahwa hanya bisa merebutkan sekitar 2000 siswa dari 14 ribu lebih lulusan SMP.
Sayangnya, nasi sudah menjadi bubur. Gubernur Lampung menyetujui usulan Deni Ribowo tanpa mempertimbangkan eksistensi SMK swasta. Ini memicu anggapan bahwa eksekutif dan legislatif terindikasi ingin menyuntik mati lembaga pendidikan masyarakat jenjang menengah atas.
Deni Ribowo, yang dihubungi pada Minggu, 28 September 2025, enggan mengklarifikasi keluhan para kepala SMK swasta terkait pembangunan SMK baru di Taman Budaya dan pembukaan jurusan baru di SMK Negeri 5. Padahal, para kepala sekolah telah menyampaikan adanya dugaan overload rombel dan ruang kelas di SMK Negeri 5 Bandar Lampung.
Seorang kepala sekolah swasta mengungkapkan, “Aneh aja, sekarang ini di SMK 5 itu rombelnya ada 44 sedangkan kelasnya cuma 26 ruang dan muridnya ada 1.428 orang. Nah itu saja udah enggak bener kalau kita hitung. Dengan hanya 26 ruang kelas lalu di mana 18 rombel lainnya belajar jika kelasnya tidak mencukupi?”
Jauh sebelum polemik ini muncul, para kepala sekolah yang tergabung dalam Forum Komunikasi Kepala Sekolah (FKKS) se-Provinsi Lampung sudah melakukan hearing dengan Komisi 5 DPRD Lampung pada 7 Juli 2025. Mereka mengeluhkan soal penyelenggaraan sekolah siger buatan Eva Dwiana. Mereka mengatakan bahwa manajemen dan operasional pendidikan SMA swasta bernama Siger itu menyalahi aturan.
Bahkan, ternyata sekolah tersebut telah melanggar 9 peraturan perundang-undangan, yaitu:
- Permendikbudristek RI Nomor 36 Tahun 2014
- Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2001
- Peraturan Pemerintah RI Nomor 66 Tahun 2010
- Permendikdasmen Nomor 1 Tahun 2025
- Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
- Perwali Kota Bandar Lampung Nomor 7 Tahun 2022
- Perda Bandar Lampung Nomor 4 Tahun 2021
- Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007
- Permendagri Nomor 7 Tahun 2024
Tidak ada tanggapan atau gerakan dari Komisi 5 DPRD Provinsi Lampung. Ketua Komisi Yanuar Irawan (fraksi PDI Perjuangan) enggan mengklarifikasi soal sekolah siger, begitu pula dengan Syukron Muchtar yang tetap senyap.
Yang lebih mencengangkan, munculnya program baru atas inisiatif Dewan Kesenian Lampung dan Dirjen Kebudayaan tanpa mengarahkan atensi kepada lembaga pendidikan masyarakat yang saat ini mengharap bantuan eksekutif maupun legislatif. Cukup memprihatinkan, apalagi polemik baru ini terjadi karena inisiatif Deni Ribowo yang mengantarnya ke Gubernur Lampung.
Para kepala sekolah swasta harapkan bisa memutus penghalang eksistensi lembaga pendidikan masyarakat.


Komentar
Tuliskan Komentar Anda!