
Mahkamah Konstitusi Menolak Gugatan Terkait Syarat Pendidikan Capres-Cawapres
Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menolak gugatan yang diajukan terkait syarat calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) minimal berpendidikan sarjana atau S-1. Putusan ini diambil dalam sidang yang digelar di Ruang Sidang MK, Jakarta Pusat, pada Senin (29/9/2025), dengan nomor perkara 154/PUU-XXIII/2025.
Ketua MK, Suhartoyo, menyatakan bahwa permohonan pemohon ditolak secara keseluruhan. Hal ini menjadi jawaban dari gugatan yang sebelumnya juga ditolak oleh MK. Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur, MK menilai bahwa syarat pendidikan S-1 bagi capres-cawapres termasuk dalam kebijakan hukum terbuka yang dibuat oleh pembentuk undang-undang.
Menurut Ridwan, kebijakan tersebut dinilai konstitusional selama tidak melanggar moralitas, rasionalitas, atau ketidakadilan yang tidak dapat diterima. Selain itu, syarat ini tidak dianggap melampaui kewenangan pembentuk undang-undang.
"Menurut Mahkamah, persyaratan seperti ini dapat diatur, sepanjang tidak mengandung unsur diskriminatif," ujar Ridwan. Ia menekankan bahwa syarat pendidikan S-1 hanya bisa ditolak jika terdapat indikasi pelanggaran terhadap prinsip kesetaraan dan keadilan.
Selain untuk capres-cawapres, norma persyaratan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), serta calon kepala daerah juga dianggap memiliki dasar hukum yang sama. Dalam UUD 1945, tidak ada penjelasan detail mengenai syarat-syarat tersebut.
Pendelegasian yang terdapat dalam Pasal 22E ayat (6) UUD NRI Tahun 1945 hanya menyatakan bahwa "Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang". Oleh karena itu, setiap syarat yang diberlakukan oleh undang-undang dianggap sebagai kebijakan hukum terbuka yang tetap dapat dipertanggungjawabkan secara konstitusional.
Riwayat Gugatan yang Diajukan
Gugatan ini merupakan yang kedua kali diajukan oleh Hanter Oriko Siregar. Sebelumnya, ia juga mengajukan gugatan serupa terkait syarat pendidikan S-1 bagi capres-cawapres. Namun, MK juga menolak gugatan tersebut dengan putusan nomor 87/PUU-XXIII/2025.
Hal ini menunjukkan bahwa Mahkamah Konstitusi konsisten dalam mempertahankan kebijakan yang telah diatur oleh undang-undang, meskipun ada pihak yang merasa tidak puas dengan adanya syarat pendidikan tertentu. Konsistensi ini juga mencerminkan prinsip bahwa setiap peraturan hukum harus diuji apakah sesuai dengan konstitusi, bukan hanya berdasarkan pandangan subjektif.
Pertimbangan Hukum dan Etika
Mahkamah Konstitusi tidak hanya memperhatikan aspek hukum, tetapi juga etika dan nilai-nilai masyarakat. Dalam pertimbangan mereka, syarat pendidikan S-1 dianggap sebagai bentuk pengamanan agar calon pemimpin memiliki dasar pengetahuan yang cukup untuk menjalankan tugas negara. Namun, hal ini tidak berarti bahwa pendidikan adalah satu-satunya faktor yang menentukan kemampuan seseorang.
Sebaliknya, MK menegaskan bahwa syarat pendidikan tidak boleh menjadi alasan untuk menolak seseorang yang memiliki potensi dan kompetensi lain. Dengan demikian, kebijakan yang diterapkan tetap mempertahankan prinsip keadilan dan kesetaraan.
Kesimpulan
Putusan Mahkamah Konstitusi kali ini memberikan kepastian hukum terkait syarat pendidikan capres-cawapres. Meskipun ada keberatan dari beberapa pihak, MK tetap mempertahankan kebijakan yang telah diatur dalam undang-undang. Keputusan ini juga menjadi acuan bagi pembentuk undang-undang dalam menetapkan aturan-aturan yang bersifat umum dan dapat diterima oleh masyarakat.


Komentar
Tuliskan Komentar Anda!