MK Kembali Tolak Gugatan Syarat Pendidikan Capres S1

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Penolakan Gugatan Uji Materi Mengenai Syarat Pendidikan Calon Pejabat Negara

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi terkait syarat pendidikan calon presiden, wakil presiden, kepala daerah, dan anggota dewan. Dalam perkara Nomor 154/PUU-XXIII/2025, pemohon mengajukan permohonan agar syarat pendidikan yang sebelumnya paling rendah adalah SMA/sederajat diubah menjadi S1 atau sarjana.

Hakim konstitusi Ridwan Mansyur menyampaikan bahwa dalil pemohon yang meminta Mahkamah mengubah syarat minimal pendidikan untuk calon presiden dan wakilnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 169 huruf r Undang-Undang Pemilu, tidak memiliki alasan mendasar untuk diubah. Menurutnya, syarat pendidikan paling rendah tamat sekolah atas atau sederajat masih tetap berlaku.

Dalam sidang yang digelar pada Senin, 29 September 2025, Ridwan menjelaskan bahwa dalil pemohon yang menganggap Pasal 182 huruf e dan Pasal 240 ayat (1) huruf e UU Pemilu juncto Pasal 7 ayat (2) UU Pilkada bertentangan dengan konstitusi, meskipun mengatur subjek hukum yang berbeda, ketiga norma tersebut sama-sama merupakan ketentuan yang mengatur syarat pencalonan dalam Pemilu.

Ridwan menegaskan bahwa persyaratan pendidikan minimal untuk calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), DPRD di seluruh tingkat, serta bupati dan wakilnya, merupakan kebijakan hukum yang dibuat oleh pembentuk undang-undang. Oleh karena itu, MK tidak dapat mengubah ketentuan tersebut tanpa dasar hukum yang kuat.

Selain itu, Ridwan menyatakan bahwa dalil pemohon yang meminta Mahkamah memberikan pemaknaan baru terhadap ketentuan norma tersebut, khususnya dengan menjadikan syarat pendidikan lulusan S1 sebagai standar minimal, justru akan mempersempit peluang dan membatasi hak warga negara. Ia menilai bahwa dalil pemohon terkait Pasal 169 huruf r, Pasal 182 huruf e, dan Pasal 240 ayat (1) huruf e UU Pemilu juncto Pasal 7 ayat (2) huruf c UU Pilkada tidak beralasan menurut hukum.

Pemohon dari perkara ini adalah advokat Hanter Oriko Siregar. Ia menganggap bahwa pasal yang diajukannya dalam gugatan uji materi ini bertentangan dengan konstitusi. Sebagai warga negara, ia percaya bahwa presiden dan jajaran lainnya harus memiliki kemampuan, integritas, serta intelektualitas yang memadai.

Hanter berpendapat bahwa syarat pendidikan paling rendah bagi presiden, kepala daerah, hingga legislator yaitu SMA/sederajat dapat memengaruhi kehidupan sosial dan masa depan, bukan hanya bagi dirinya sendiri, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan.

Selain itu, Hanter menyampaikan bahwa saat ini negara menetapkan syarat pendidikan minimal untuk guru adalah jenjang sarjana, namun para pengelola pemerintahan diberikan keleluasaan dengan syarat pendidikan yang lebih rendah. Ia menilai ketentuan ini tidak memberikan jaminan konstitusional atas pemerintahan yang dilakukan oleh pemimpin yang kompeten dan memiliki kapasitas intelektual yang memadai.

Gugatan serupa sebelumnya juga pernah ditolak oleh MK. Hal ini menunjukkan bahwa Mahkamah Konstitusi tetap mempertahankan syarat pendidikan minimal yang telah diatur dalam undang-undang, dengan pertimbangan hukum yang kuat dan relevan.