
Peran Sistem Penerimaan Murid Baru dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor utama yang menentukan kemajuan suatu bangsa. Dalam rangka mewujudkan pemerataan pendidikan yang berkualitas, inklusif, dan berkeadilan, Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) diperkenalkan sebagai strategi nasional. Selain menjadi mekanisme administrasi, SPMB juga diharapkan mampu mengurangi kesenjangan dalam akses pendidikan serta meningkatkan kualitas layanan pendidikan secara keseluruhan.
Meski masih memerlukan peningkatan dalam pelaksanaannya, SPMB mendapat respons positif dari masyarakat. Hal ini terlihat dari tingkat kesadaran dan persepsi publik terhadap perubahan istilah dari Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) ke SPMB, serta pemahaman tentang Tes Kemampuan Akademik (TKA). Sebuah survei nasional yang dilakukan oleh aiotrade.appsight Center (KIC) pada 30 September 2025 menunjukkan bahwa sosialisasi yang dilakukan pemerintah dinilai cukup baik, namun pemahaman para stakeholder di tingkat bawah masih kurang optimal.
Beberapa tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan SPMB antara lain adalah ketidakmerataan pemahaman panitia SPMB di tingkat satuan pendidikan, khususnya dalam hal dokumen persyaratan untuk jalur afirmasi. Banyak orang tua murid tidak terdaftar di Dinas Sosial, sehingga menyulitkan proses pendaftaran. Selain itu, ketidaksinkronan data antara tempat tinggal aktual murid dengan data di Dapodik juga menjadi hambatan.
Masalah lain yang muncul adalah potensi manipulasi dalam jalur prestasi nonakademik, seperti pengalaman kepemimpinan di OSIS. Beberapa oknum tertentu membantu mengeluarkan dokumen palsu agar siswa bisa diterima di sekolah tertentu meskipun tidak memiliki pengalaman nyata.
Di tingkat sekolah, penyampaian petunjuk teknis (juknis) yang dibuat pemerintah daerah sering kali terlalu mendadak, sehingga waktu sosialisasi kepada orang tua/wali murid terbatas. Sosialisasi yang dilakukan pun masih dominan menggunakan media luar ruang seperti pamflet dan brosur, belum memanfaatkan media sosial secara optimal.
Selain itu, banyak orang tua murid yang masih kesulitan dalam memahami sistem daring dan media digital. Masih ada kendala teknis saat pendaftaran daring massal, serta beberapa siswa yang belum mandiri dalam melakukan pendaftaran online karena biasa dibantu oleh sekolah saat masuk SMP, sehingga kebiasaan tersebut berlanjut ke SMA.
Meski demikian, pelaksanaan SPMB dinilai cukup baik dengan rata-rata nilai mencapai 3,26. Aspek yang paling tinggi adalah ketiadaan biaya selama proses (3,46), transparansi hasil seleksi (3,31), dan kejelasan waktu pelaksanaan (3,30). Namun, aspek penilaian terendah adalah kompetensi panitia dan kemudahan prosedur SPMB. Responden yang anaknya diterima di sekolah negeri lebih puas dibandingkan yang diterima di sekolah swasta.
Direktur Sekolah Menengah Atas, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Kemendikdasmen Winner Jihad Akbar mengakui bahwa SPMB masih memiliki banyak kekurangan. Ia menilai, ini menjadi pekerjaan rumah bagi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah agar SPMB dapat semakin baik di masa depan.
Menurutnya, saat ini masih ada sekolah yang tidak seimbang dalam kualitas, serta beberapa sekolah yang belum memiliki akses internet yang memadai. "Ini tentu masalah yang harus dicari solusinya. Pemerintah akan berusaha meningkatkan kualitas sekolah dan guru supaya tidak terjadi ketimpangan kualitas," ujar Jihad dalam jumpa pers bertajuk Membanca Suara Publik tentang SPMB, di Jakarta, Selasa (30/9).
Ia menambahkan, permasalahan lain dari SPMB adalah sosialisasi yang minim. Kata dia, ini terjadi karena singkatnya waktu dari pertama kali kebijakan ini ditetapkan hingga ke waktu pelaksanaan. Karena itu, Jihad berharap sosialisasi SPMB 2026/2027 bisa dilakukan sejak akhir tahun ini.
TKA Membangkitkan Motivasi Belajar Siswa
Para responden yang disurvei dalam penelitian ini menilai bahwa pertimbangan akademik dalam SPMB lebih adil, sehingga siswa yang berprestasi tidak perlu khawatir meski jarak rumah mereka cukup jauh. Hal ini terlihat dari hasil survei yang menunjukkan kesadaran tinggi terhadap TKA, di mana sembilan dari 10 responden mengetahui TKA, dan 10 dari 10 responden menilai penting untuk diterapkan.
Dukungan terhadap penerapan TKA sebagai salah satu seleksi melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya juga kuat, meski pemahaman terhadap TKA belum merata. Seleksi dengan mempertimbangkan hasil akademik juga memotivasi siswa untuk lebih giat belajar, sehingga meningkatkan kualitas/kemampuan siswa. Penyempurnaan kriteria seleksi pada jalur prestasi juga dinilai dapat mengakomodir keragaman kemampuan siswa.
Survei KIC tentang SPMB (aiotrade.appsight Center) menunjukkan bahwa dari sisi orang tua murid, TKA dinilai sangat penting sebagai standar untuk memitigasi potensi kecurangan atau "mendongkrak nilai". TKA juga disambut baik oleh siswa yang ingin melanjutkan ke perguruan tinggi dengan minat keikutsertaan yang cukup tinggi.
Sebagai informasi, penelitian ini dilakukan oleh KIC pada periode 1 hingga 22 Agustus 2025. Melalui riset kualitatif yang dilakukan dengan wawancara mendalam dengan enam stakeholder yakni orang tua murid SMP, murid SMP, guru SMP (panitia SPMB), kepala sekolah SMA, dinas pendidikan dan pengamat pendidikan. Serta riset kuantitatif, yang terdiri dari 1.074 responden dengan jenis responden antara lain orangtua murid pendaftar SPMB SMP (n=399), orang tua murid pendaftar SMPB SMA (n=314) dan orang tua murid pendaftar selainnya (n=361). Dengan sebaran responden di wilayah Pulau Jawa, Sumatera, Bali-Nusa, Sulawesi, Kalimantan serta Maluku-Papua.
Aktivis pendidikan Tamansiswa Ki Darmaningtyas mengapresiasi survei yang dilakukan KIC. Terkait perubahan PPDB menjadi SPMB, ia menilai bahwa SPMB jauh lebih tepat dibandingkan dengan PPDB. Diksi murid, imbuhnya, jauh lebih bagus dari peserta didik.


Komentar
Tuliskan Komentar Anda!