
Sinyal Internet yang Tidak Bisa Ditemukan di Sekolah
Di Desa Lamawohong, Kecamatan Solor Barat, Flores Timur, kata "sinyal" tiba-tiba menjadi sesuatu yang sangat berharga. Tanpa akses internet, sekolah dasar setempat tidak bisa mengikuti Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK). Akibatnya, sejak Senin 29 September 2025, kuburan pun berubah menjadi ruang kelas sementara.
Pemandangan ini terjadi di Sekolah Dasar Katolik (SDK) Lamawohong. Anak-anak sekolah dasar datang bukan untuk berdoa di makam, tetapi untuk mengikuti ujian nasional. Mereka duduk bersila di antara nisan tua, laptop di pangkuan, dan wajah serius menatap layar. Yang terdengar hanya suara ketikan, angin, dan gesekan daun kering.
Bukan karena ruang kelas yang kurang atau komputer yang tidak tersedia. Semua fasilitas tersebut sudah tersedia. Namun, masalah utamanya adalah jaringan internet. Jaringan stabil hanya bisa ditemukan di satu titik: pemakaman umum desa. Maka, kuburan itulah yang menjadi penyelamat agar siswa bisa ikut ujian nasional berbasis komputer.
Ketiga Tahun Terakhir, Masalah Ini Terus Berulang
Selama tiga tahun terakhir, situasi ini terus berulang. Kepala sekolah, David Laben Tukan, mengaku sudah kehabisan cara. Ia dan para guru harus memutar otak demi memastikan siswa tidak tertinggal dari sekolah lain. Baginya, tidak ada pilihan selain mengajak anak-anak belajar di makam.
Ironisnya, sinyal internet di sekolah benar-benar nihil. Titik terkuat justru ada di area pemakaman. Di sanalah ujian berlangsung. Setiap tahun, suasana sama: laptop, meja kecil, nisan, dan anak-anak yang tetap semangat.
“Sudah tiga tahun terakhir kami harus mencari tempat yang ada jaringan hanya untuk bisa ikut ANBK. Dan ironisnya, sinyal terbaik justru ada di area pemakaman desa,” katanya.
ANBK di Tengah Batu Nisan
ANBK seharusnya menjadi tolok ukur literasi dan numerasi siswa. Namun, di Lamawohong, pelaksanaannya justru memperlihatkan ketimpangan. Bagaimana bicara soal kualitas pendidikan jika akses dasar internet saja belum terpenuhi? Anak-anak ini hanya ingin diberi kesempatan yang sama dengan teman-teman di kota.
Harapan Kepala Sekolah
David tidak meminta banyak. Ia hanya berharap pemerintah memberi akses jaringan yang layak. Menurutnya, internet bukan soal gaya hidup, tapi soal masa depan murid-muridnya. Ia ingin anak-anak bisa belajar tanpa harus duduk di atas makam.
Semangat Anak-Anak
Meski tempatnya menyayat hati, anak-anak tidak pernah kehilangan semangat. Mereka tetap tersenyum, tetap mengerjakan soal dengan serius. Mereka tidak mengeluh, seakan sudah terbiasa dengan keadaan ini. Mereka hanya ingin belajar, hanya ingin masa depan yang adil.
Alarm Keadilan Pendidikan
Kisah di SDK Lamawohong menjadi alarm keras bagi dunia pendidikan Indonesia. Bahwa digitalisasi tidak selalu berarti kemajuan jika infrastruktur dasar masih timpang. Di kota, anak-anak sibuk dengan gawai canggih. Di Lamawohong, anak-anak harus rela menjadikan pemakaman sebagai kelas darurat.
Bukan belas kasihan yang mereka butuhkan. Yang mereka butuh hanyalah keadilan. Internet yang layak. Akses yang sama. Agar suatu hari nanti, kisah ujian di antara nisan ini bisa berubah menjadi kenangan pahit yang tak terulang lagi.


Komentar
Tuliskan Komentar Anda!